Wisata Budaya Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta |
atapjawa.blogspot.com -Keraton Yogyakarta- merupakan sebuah kompleks bangunan bersejarah tempat tinggal serta titik pusat kegiatan kesultanan Yogyakarta, dan menjadi salah satu tempat wisata di Yogyakarta. Sebelum merencanakan berlibur, yuuk ada baiknya menyimak sedikit info ini.
Keraton ini menjadi saksi sejarah dari kekayaan budaya serta tradisi masyarakat Jawa, terutama masyarakat Yogjakarta. Kompleks keraton Yogyakarta dirancang sedemikian rupa sehingga setiap detail bangunan yang ada di kompleks ini memiliki arti serta makna tersendiri, dan banyak yang berpendapat kalau keraton Yogyakarta ini merupakan cerminan dari kosmologi Jawa.
Disini anda akan ditawari berbagai wisata budaya di keraton ini. Mulai dari letak bangunan ini yang berada di tengah-tengah kota Yogjakarta, sehingga kalau ditarik garis lurus dari Gunung Kidul dan Laut Kidul, maka keraton Yogyakarta tepat berada di tengah garis tersebut. Bukan hanya letaknya yang memiliki filosofi tersendiri, bahkan setiap jengkal dari keraton Yogyakarta ini memiliki arti serta filosofi yang mencerminkan kekayaan budaya Jawa. Mulai dari arsitektur bangunan, hiasan, ukiran, letak bangsal serta bangunan yang ada di kompleks ini, pohon, taman, halaman, tiang, hingga gerbangnya pun memiliki filosofi serta arti.
Halaman depan keraton Yogyakarta berupa alun-alun yang sangat luas, alun-alun tersebut bernama Alun-Alun Utara, dan halaman belakang keraton juga berupa alun-alun yang bernama Alun-Alun Selatan. Alun-alun yang terletak di depan keraton yogyakarta merupakan alun-alun yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan, karena di alun-alun ini terdapat dua pohon beringin yang sangat besar, yang dikenal dengan beringin kembar. Banyak orang yang percaya kalau bisa melewati tengah-tengah diantara kedua pohon beringin itu dengan mata tertutup, maka segala keinginannya akan terkabul. Mitos ini sudah menyebar ke seantero Jogja, bahkan mungkin sudah menyebar ke seluruh pulau Jawa dan Indonesia. Maka tak heran ketika anda berkunjung ke alun-alun ini maka akan melihat orang-orang yang sedang berusaha berjalan melewati jalan yang diapit oleh beringin kembar tersebut. Saat anda berkunjung ke tempat ini, tidak salahnya anda untuk mencoba.
Halaman depan keraton Yogyakarta berupa alun-alun yang sangat luas, alun-alun tersebut bernama Alun-Alun Utara, dan halaman belakang keraton juga berupa alun-alun yang bernama Alun-Alun Selatan. Alun-alun yang terletak di depan keraton yogyakarta merupakan alun-alun yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan, karena di alun-alun ini terdapat dua pohon beringin yang sangat besar, yang dikenal dengan beringin kembar. Banyak orang yang percaya kalau bisa melewati tengah-tengah diantara kedua pohon beringin itu dengan mata tertutup, maka segala keinginannya akan terkabul. Mitos ini sudah menyebar ke seantero Jogja, bahkan mungkin sudah menyebar ke seluruh pulau Jawa dan Indonesia. Maka tak heran ketika anda berkunjung ke alun-alun ini maka akan melihat orang-orang yang sedang berusaha berjalan melewati jalan yang diapit oleh beringin kembar tersebut. Saat anda berkunjung ke tempat ini, tidak salahnya anda untuk mencoba.
Fenomena relegius atupun spiritual Jawa akan menyambut
kehadiran setiap pengunjung Keraton Yogyakarta mulai dari halaman alun-alun Keraton Yogyakarta, hingga ke lokasi pintu
gerbang masuk menuju Keraton Yogyakarta yang disediakan untuk para pengunjung.
Seakan kita dapat merasakan suatu aura spiritual yang menyambut kehadiran kita
di lokasi Keraton Yogyakarta.
Kraton Yogyakarta merupakan sebuah bangunan istana Kerajaan
yang menjadi sebuah tempat tinggal para raja-raja Yogayakarta. Keraton
Yogyakarta merupakan salah satu objek wisata budaya dalam sejarah yang sangat
sulit untuk dilewatkan oleh para wisatawan dalam negeri maupun internasional. Tercatat
dalam sejarah, bahwa Keraton Yogyakarta didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I, tepatnya
setelah perjanjian Giyanti pada tahun 1755.
Dengan adanya balairung yang terbilang mewah serta paviliun
luas dan masih menyisakan lapangan yang luas di kawasan Keraton Yogyakarta.
Walaupun pada tahun 1950 kesultanan telah bergabung dengan Republik Indonesia,
dan kompleks bangunan kerajaan masih berfungsi sebagai tempat tinggal para
sultan dan rumah tangga istana yang masih menjalankan tradisi kerajaan hingga
saat sekarang ini.
Walaupun terbuka secara umum dan dapat dinikmati oleh para
pengunjung wisatawan dalam maupun luar negeri, namun tidak seluruh bagian
Keraton Yogyakarta dapat dilihat serta dikunjungi secara umum. Misalnya pada bangunan
pokok tempat tinggal keluarga sultan menjalani kehidupan sehari-harinya.
Bangunan Keraton Yogyakarta terpusat pada Bangsal Kencana
dan ini merupakan tempat memerintah. Sedangkan bangsal berikutnya adalah
Bangsal Prabayeksa, yaitu sebuah bangsal yang dijadikan tempat untuk
penyimpanan pusaka-pusaka Keraton Yogyakarta. Dalam Bangsal Prabayeksa tersebut terdapat sebuah lampu yang bernama Kyai
Wijil. Informasi yang penulis dapatkan dari seorang abdi dalam Keraton
Yogyakarta yang tidak mau disebutkan namanya, kondisi lampu Kyai Wijil
yang terdapat di Bangsal Prabayeksa yang merupakan tempat penyimpanan pusaka
Keraton Yogyakarta harus dalam keadaan selalu menyala terus menerus dan tidak
boleh mati sekalipun. Sekeliling Bangsal dibatasi dengan pelataran Kedhaton.
Bangunan tersebut dijaga oleh para petugas yang diberi mandat oleh raja untuk
menjaganya. Dari dalam bangunan para penjaga bangsal akan selalu melihat siapa
saja yang melintas di pelataran, namun dari pelataran tidak bisa melihat ke
dalam bangsal
Secara umum pemandangan dan situasi dalam kawasan Keraton Yogyakarta setiap kompleks utama terdiri atas halaman yang ditutupi dengan pasir laut dari Pantai Selatan. Terkadang di beberapa area terlihat jenis tanaman pohon tertentu yang sengaja di tanam di kawasan halaman Keraton Yogyakarta. Sementara itu, kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan penyekat atau yang disebut dengan "regol" yang bergaya Semar Tinandu. Setiap daun pintu yang terdapat didalam kawasan Keraton Yogyakarta terbuat dari bahan kayu jati yang tebal, dimana disetiap belakang daun pintu tersebut terdapat dinding penyekat yang disebut renteng atau baturono yaitu sebutan untuk penyekat bagian pintu gerbang.
Secara umum pemandangan dan situasi dalam kawasan Keraton Yogyakarta setiap kompleks utama terdiri atas halaman yang ditutupi dengan pasir laut dari Pantai Selatan. Terkadang di beberapa area terlihat jenis tanaman pohon tertentu yang sengaja di tanam di kawasan halaman Keraton Yogyakarta. Sementara itu, kompleks satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan penyekat atau yang disebut dengan "regol" yang bergaya Semar Tinandu. Setiap daun pintu yang terdapat didalam kawasan Keraton Yogyakarta terbuat dari bahan kayu jati yang tebal, dimana disetiap belakang daun pintu tersebut terdapat dinding penyekat yang disebut renteng atau baturono yaitu sebutan untuk penyekat bagian pintu gerbang.
Melihat dan meperhatikan lebih detil secara langsung di
lokasi Keraton Yogyakarta, terbesit dalam pikiran penulis bahwa bangunan
Keraton Yogyakarta lebih terlihat bergaya arsitektur Jawa Tradisional
yang merupakan suatu perpaduan budaya dari beberapa daerah atau pun negara.
Karena di beberapa bagian bangunan tertentu terlihat sentuhan budaya asing,
seperti Portugis, Balanda, dan Cina. Bangunan di setiap kompleks yang
berkonstruksi Joglo atau turunan kontruksinya. Dimana dalam beberapa daftar
pustaka yang penulis dapatkan, bahwa Joglo yang tanpa dinding dan terbuka
disebut bangsal, sedangkan Joglo yang tertutup dinding dinamakan gedhong
(gedung).
Tidak jauh dari posisi penulis berdiri, terdapat sebuah bangunan berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang disebut tratag. Pada perkembangannya informasi yang penulis dapatkan dari seorang abdi dalam keraton Yogyakarta yang tidak mau diebutkan namanya, bangunan ini beratap seng dan bertiang besi.
Tidak jauh dari posisi penulis berdiri, terdapat sebuah bangunan berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang disebut tratag. Pada perkembangannya informasi yang penulis dapatkan dari seorang abdi dalam keraton Yogyakarta yang tidak mau diebutkan namanya, bangunan ini beratap seng dan bertiang besi.
Penulispun membayangkan bila melihat
Keraton Yogkarta dari sebuah ketinggian udara, maka bangunan Keraton
Yogyakarta sangat mirip dengan sebuah kotak raksasa yang berpusat pada
bangsal. Di sebelah Utara bangsal masih terdapat sebuah bangunan yang bernama
Siti Hinggil Utara, dimana di tempat Siti Hinggil Utara ini sering
dijadikan sebuah tempat pertunjukan senacam tarian tradisional klasik dan
pelantikan Sultan atau Putra Mahkota dilakukan. Dan di sebelah utaranya
lagi terdapat Alun-alun Utara, sebuah lapangan yang sring dijadikan suatu arena
kegiatan masyarakat Yogyakarta. Biasanya ini dijadikan pusat berkumpulnya
masyarakat Yogyakarta dalam melakukan acara tradisi "Grebek"
dan "Sekaten".
Sebaliknya, di sisi sebelah Selatan
masih terdapat bangunan Siti Hinggil Selatan
dan Alun-alun Selatan. Dimana lokasi ini menjadi ujung poros utama
Keraton Yogyakarta. yang secara tradisi, lokasi ini sering digunakan sebagai
rute keluar untuk prosesi panjang pemakaman sultan ke Imogiri. Dan tempatt
kandang gajah Keraton Yogyakarta informasi yang penulis dapatkan berada
di Alun-alun Selatan. Dimana bila sore hari banyak anak-anak masyarakat
setempat pada berebut naik gajah ini.
Arsitek pembangunan Keraton
Yogyakarta adalah Sultan Hamengkubuwono I. Keahlian beliau sangat dihargai oleh
seorang ilmuan berkebangsaan Belanda Dr. Pigeund dan Dr. Adam yang
menganggapnya bahwa beliau sebagai arsitek saudara Pakubuwono II, Surakarta.
Dan dari informasi yang penulis dapatkan dari bagian informasi Keraton
Yogyakarta, bahwa keraton Yogyakarta telah dipimpin oleh sembilan Raja.
Dan inilah nama-nama raja Keraton Yogyakarta.
NAMA-NAMA SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO KERATON YOGYAKARTA :
- Sri Sultan Hamengku Buwono I (GRM Sujono) memerintah tahun 1755-1792.
- Sri Sultan Haemngku Buwono II (GRM Sundoro) memerintah tahun 1792-1812.
- Sri Sultan Hamengku Buwono III (GRM Surojo) memerintah tahun 1812-1814.
- Sri Sultan Hamengku Buwono IV (GRM Ibnu Djarot) memerintah 1814-1823.
- Sri Sultan Hamengku Buwono V (GRM Gathot Menol) memerintah 1823-1855.
- Sri Sultan Hamengku Buwono VI (GRM Mustojo) memerintah tahun 1855-1877.
- Sri Sultan Hamengku Buwono VII (GRM Murtedjo) memerintah tahun 1877-1921.
- Sri Sultan Hamengku Buwono VIII (GRM Sudjadi) memerintah tahun 1921-1939.
- Sri Sultan Hamengku Buwono IX (GRM Dorojatun) memerintah tahun 1940-1988.
- Sri Sultan Hamengku Buwono X (GRM Hardjuno Darpito) memerintah tahun 1989-sekarang.
Bangunan pokok dan desain tata ruang Keraton Yogyakarta
diselesaikan pada tahun 1755-1756. Bangunan lainnya ditambah oleh para Sultan
Yogyakarta berikutnya. Dan bentuk Keraton Yogyakarta yang tampak sekarang,
sebagian besar hasil dari pemugaran dan restorasi Sultan Hamengkubuwono VIII,
yang bertakhta pada tahun 1921-1939. Dari informasi yang penulis dapatkan di
lokasi Keraton Yogyakarta Sultan Hamengjubuwono VIII merupakan Sultan yang
banyak menghabiskan dana untuk pembangunan Keraton, berikut dengan daerah
Yogyakarta sekitarnya, yaitu berupa pembangunan sekolah dan mercusuar.
Adapun tiap-tiap benteng di kawsan Keraton Yogyakarta dilengkapi dengan bastion, yaitu sebuah tempat untuk mengintai musuh, yang lebih dikenal dengan nama "jokteng" atau pojok benteng. Dan dulu penjagaan benteng dilakukan oleh pasukan pemberani dan tangguh. Prajurit Jogokaryo, Prajurit Mantrijeron, dan Prajurit Bugis. Dan sekarang nama-nama Prajurit tersebut dijadikan sebuah nama perkampungan yang berada di wilayah sekitar benteng.
Adapun tiap-tiap benteng di kawsan Keraton Yogyakarta dilengkapi dengan bastion, yaitu sebuah tempat untuk mengintai musuh, yang lebih dikenal dengan nama "jokteng" atau pojok benteng. Dan dulu penjagaan benteng dilakukan oleh pasukan pemberani dan tangguh. Prajurit Jogokaryo, Prajurit Mantrijeron, dan Prajurit Bugis. Dan sekarang nama-nama Prajurit tersebut dijadikan sebuah nama perkampungan yang berada di wilayah sekitar benteng.
Di dalam wilayah benteng pun
terdapat banyak perkampungan. Misalnya Kampung Patehan, yang merupakan kawasan
pemukiman pembuatan teh. Ada lagi Kampung Nagan yang menjadi pemukiman penabuh
gemelan Jawa. Penamaan kampung di seputaran Keraton Yogyakarta memang
sangat unik. Ada kampung berdasarkan pada profesi yang ditekuni oleh warganya,
golongan kerabat dan pejabat, keahlian abdi dalem, hingga pasukan prajurit. Dan dari hasil penelusuran penulis
di lokasi perkampungan tersebut, ternyata kampung ini berdasarkan dari letaknya
bisa dibagi menjadi dua, yaitu Jeron Benteng (kawasan dalam
kompleks Keraton Yogyakarta) dan Jaba Beteng (kawasan yang berada
di luar Keraton Yogyakarta).
Dalam era modern dan globalisasi
sekarang ini sangat sulit untuk menemukan sebuah daerah kerajaan yang masih
menyimpan suatu nilai tradisi budaya yang masih dilestarikan dan dipertahankan
oleh pihak keluarga raja. Dimana terdapat acara tradisi budaya yang selalu
menjadi pegelaran yang melibatkan masyarakatnya untuk bersama-sama dalam menjaga
dan melesatarikan nilai suatu tradisi budaya. Dimana dalam sebuah tradisi
budaya terdapat suatu nilai pembelajaran yang baik sebagai penyeimbangan
kehidupan manusia dengan lingkungan sekitarnya.
Hanya sedikit info tambahan, apabila sobat ingin berkunjung ke tempat ini, maka anda harus berkunjung pada pagi hari. Karena keraton Yogyakarta hanya dibuka untuk umum dari pukul 08.30-12.30, serta pada hari Jum’at hanya sampai pukul 11.00. Untuk masuk ke dalam kompleks keraton ini sebagai wisatawan, maka anda akan dikenakan tarif masuk Rp.5000, serta tambahan biaya Rp.1000 apabila anda ingin mengambil gambar ataupun video. Selain dapat menikmati keindahan arsitektur bangunan ini serta menikmati berbagai koleksinya, anda juga dapat melihat pertunjukan yang setiap hari selalu diadakan di tempat ini. Pertunjukan tersebut dilakukan tiap hari dari hari senin sampai hari minggu. Mulai dari pertunjukan musik gamelan yang diadakan hari senin-selasa mulai pukul 10.00, wayang golek menak pada hari rabu pukul 10.00, pertunjukan tari pada hari kamis pukul 10.00, macapat pada hari jum’at pukul 09.00, pertunjukan wayang kulit pada pukul 09.30 pada hari sabtu, serta pada hari minggu ada pertunjukan wayang orang dan pertunjukan tari pada pukul 09.30.
Yogyakarta memang merupakan suatu
kota budaya yang memiliki budaya tradisi yang kental dibalik cerita tradisi
budaya dengan nilai sejarah yang tinggi. Banyak kesan dan cerita yang dapat
kita temukan dan rasakan bila kita melewati wisata budaya dan sejarah di Kota
Yogyakarta. Jadi pastikan ya sob, bahwa keraton Yogyakarta ini anda masukan dalam daftar tempat
wisata di Jogja yang wajib dikunjungi. Gak lengkap rasanya apabila ke
Jogja, namun belum pernah menginjakkan kaki di sini.
Untuk review mengenai tempat wisata budaya lainnya, baca juga Warisan Budaya Jawa - Keraton Kasunanan Surakarta. Selamat bertraveller sob...
Untuk review mengenai tempat wisata budaya lainnya, baca juga Warisan Budaya Jawa - Keraton Kasunanan Surakarta. Selamat bertraveller sob...
waaaahhh, masuk masuk masuk..
BalasHapusinfo yang sangat bermanfaat.. liburan sambil belajar akan budaya yang ada, khususnya budaya jawa..
haha, apanya bang yang masuk?? ckckckak
Hapusmakasih bang.. memang seharusnya seperti itu, moderenisasi boleh lah masuk ke negara kita, asal kita jangan sampai lupa saja dengan kebudayaan yang sebelumnya telah ada.. #ngomongapakiaku.. =D